TULISAN BERJALAN

"KINI TELAH HADIR BINTANG HASANAH TRAVEL dengan penawaran TIKET PESAWAT ter-MURAH. Pesan tiketnya sekarang.. Hubungi kami di 0853 9696 2921"

Senin, 24 Maret 2014

Tarjamah Makna Al Qur'an Antara Tarjamah Harfiyah dan Tarjamah Tafsiriyah

no image

Sudah menjadi keinginan setiap Muslim, bahkan non-muslim untuk dapat membaca dan memahami Al-Qur’an yang diturunkan dalam bahasa Arab, dan tidak setiap orang mampu berbahasa Arab, apalagi bahasa Arab fusha yaitu bahasa Al-Qur’an. Berangkat dari sinilah maka, Al-Qur’an diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, baik Barat maupun Timur.
Sebelum berkembangnya bahasa Eropa modern, yang berkembang di Eropa adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan Al-Qur’an dimulai kedalam bahasa Latin, terjemahan itu dilakukan untuk keperluan
biara Clugny kira-kira tahun 1135 M.
Prof. W. Montgomery Watt dalam bukunya “bell’s Introduction to the Quran” (Islamic Surveys 8), menyebutkan bahwa pertanda dimulainya perhatian Barat terhadap studi Islam adalah dengan kunjungan Peter the Venerable, Abbot of Clugny ke Toledo pada abad kedua belas, diantara usahanya adalah menerbitkan serial keilmuan untuk menandingi kegiatan intelektual Islam saat itu, terutama di Andalus. Sebagai bagian dari kegiatan tersebut adalah menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Latin yang dilakukan oleh Robert of Ketton (Robertus Retanensis) dan selesai pada Juli 1143.
Renaissance di Barat memberi dorongan lebih besar untuk menerbitkan buku-buku Islam, pada awal abad keenam belas buku-buku Islam banyak diterbitkan, termasuk penerbitan Al-Qur’an pada tahun 1530 di Venica dan terjemah Al-Qur’an kedalam bahasa Latin oleh Robert of Ketton tahun 1543 di Basle, dengan penerbitnya Bibliander, dari terjemahan bahasa Latin inilah, kemudian Al-Qur’an diterjemahkan kedalam berbagai bahasa Eropa.
Al-Qur’an juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa selain Eropa, seperti Afrika, Persia, Turki, Urdu, Tamil, Pastho, Benggali, Jepang dan berbagai bahasa di kepulauan Timur. Tidak ketinggalan pula Al-Qur’an juga diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, pada pertengahan abad ketujuh belas, Abdul Ra’uf Fansuri, seorang ulama dari Singkel, Aceh menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Melayu, walau mungkin terjemahan itu ditinjau dari sudut ilmu bahasa Indonesia modern belum sempurna, namun pekerjaan itu adalah berjasa besar sebagai pekerjaan perintis jalan; hingga pada saat ini, kita bisa mendapatkan berbagai terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Indonesia dengan sangat mudah dan bermacam-macam versi.
Pengertian dan Pembagiannya
Kata Tarjamah, yang dalam bahasa Indonesianya biasa kita sebut Terjemah, secara etimologi mempunyai beberapa arti :
  1. Menyampaikan suatu ungkapan pada orang yang tidak tahu.
  2. Menafsirkan sebuah ucapan dengan ungkapan dari bahasa yang sama.
  3. Menafsirkan ungkapan dengan bahasa lain
  4. Memindah atau mengganti suatu ungkapan dalam suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain, dan pengertian yang keempat ini, yang akan kita bahas lebih lanjut, mengingat pengertian inilah yang biasa dipahami oleh banyak orang (menjadi ‘urf), dari kata tarjamah.
Sedangkan terjemah sendiri terbagi menjadi dua macam:
  1. Tarjamah Harfiyah atau Tarjamah Lafdhiyah.
  2. Tarjamah Tafsiriyah atau Tarjamah Ma’nawiyah.
Pengertian Tarjamah Harfiyah adalah memindahkan (suatu isi ungkapan) dari satu bahasa ke bahasa lain, dengan mempertahankan bentuk atau urutan kata-kata dan susunan kalimat aslinya.
Sedangkan Tarjamah Tafsiriyah adalah menerangkan sebuah kalimat dan menjelaskan artinya dengan bahasa yang berbeda, tanpa mempertahankan susunan dan urutan teks aslinya, dan juga tidak mempertahankan semua makna yang terkandung dalam kalimat aslinya yang diterjemah.
Sebagai contoh adalah Zaidun Yuqaddimu Rijlan wa Yuakhiru Ukhra, bila kita artikan dengan Tarjamah Harfiyah, maka artinya adalah Zaid mendahulukan satu kakinya dan mengakhirkan kaki yang satunya lagi. Sedangkan bila kita mengartikan dengan Tarjamah Tafsiriyah, maka artinya adalah Zaid ragu-ragu (Yataraddad) dalam mengambil keputusan, misalnya: dalam istilah bahasa Arab, kata mendahulukan satu kaki dengan mengakhirkan kaki yang lainnya, sebagai bentuk Kinayah (Metafora) dari perasaan ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
Perbedaan antara Tarjamah Tafsiriyah dan Tafsir :
Ada beberapa titik perbedaan antara Tarjamah Tafsiriyah dan Tafsir dari dua segi :
  1. Perbedaan bahasa, bahasa Tafsir terkadang atau kebanyakan memakai bahasa yang sama, sementara bahasa Tarjamah Tafsiriyah harus dengan bahasa yang berbeda.
  2. Bagi pembaca Tafsir, bisa memperhatikan rangkaian dan susunan teks asli beserta arti yang ditunjukkan, disamping teks terjemahannya; sehingga dia bisa menemukan kesalahan-kesalahan yang ada, sekaligus meluruskannya. Andaikan dia tidak menangkap kesalahan itu, maka, pembaca yang lain akan menemukannya. Sedangkan pembaca terjemahan tidak sampai ke level ini, karena dia tidak tahu susunan Al-Qur’an dan arti yang ditunjukkannya, bahkan kesan yang ada, bahwa apa yang ia baca, dan ia pahami dari terjemah tersebut, adalah tafsir atau arti yang mendekati kebenaran makna Al-Qur’an, sedangkan pengecekan terhadap teks aslinya, dan membandingkan dengan teks terjemahan, itu sudah diluar batas kemampuan pembaca, selama dia tidak tahu bahasa Al-Qur’an dan memiliki keahlian yang disyaratkan bagi penerjemah Al-Qur’an.
Hukum terjemah Al-Qur’an
Mengingat bahwa terjemah Al-Qur’an terbagi menjadi dua, Harfiyah dan Tafsiriyah; maka, untuk membahas hukum terjemah Al-Qur’an, harus membahas satu persatu dari dua macam Tarjamah Al-Qur’an tersebut.
Tarjamah Harfiyah
Tarjamah Harfiyah terhadap Al-Qur’an, adakalanya berupa Tarjamah yang menyerupai (Bil Mitsli), dan adakalanya tidak menyerupainya (Bi Ghairil Mitsli).
Tarjamah Harfiyah Bil Mitsli artinya, menterjemahkan susunan Al-Qur’an ke dalam bahasa lain, dengan menjelaskan kata perkata, menyamakan gaya bahasanya (uslubnya), sehingga bahasa terjemah mampu memuat apa yang terkandung dalam susunan naskah aslinya, yaitu makna atau pesan-pesan yang tersampaikan dari gaya bahasa aslinya yang sangat Baligh, sekaligus hukum-hukum Syari’atnya.
Terjemahan model seperti ini mustahil alias tidak mungkin, bila obyek terjemahannya adalah Al-Qur’an; karena, diturunkannya Al-Qur’an mempunyai dua tujuan :
  1. Untuk menunjukkan kebenaran Nabi Muhammad Saw dalam Risalahnya yang beliau sampaikan dari Tuhannya, ini semua terjadi karena Al-Qur’an adalah Mu’jizat, yang mana andaikan manusia dan jin bersatu padu, bahu-membahu untuk membuat atau menandingi satu surat sekalipun, yang menyerupainya; niscaya mereka tidak akan mampu untuk selamanya.
  2. Untuk memberikan petunjuk pada manusia, kepada kemaslahatan dan keselamatannya, baik di dunia maupun di akhirat.
Tujuan yang pertama, tidak mungkin bisa tercapai dengan bahasa terjemah, dan itu pasti; karena setiap bahasa mempunyai Kaidah dan spesifikasi masing-masing, sehingga Al-Qur’an bila diterjemahkan kedalam bahasa lain; maka, akan hilanglah spesifikasi Al-Qur’an yang berbahasa Arab itu dari segi Balaghah.
Sedangkan tujuan yang kedua; maka, bisa berhasil dengan ber-Istimbat atau mengambil beberapa hukum dan petunjuk-petunjuk darinya; sedangkan istimbat tersebut, sebagian kembali kepada makna asli (makna umum) yang bisa dipahami oleh setiap akal manusia, dan terjangkau oleh semua macam bahasa. Makna umum inilah yang mampu dijangkau oleh bahasa terjemah; sedangkan sebagian yang lain, diambil dari makna yang kedua (Makna khusus) dari model bahasa Al-Qur’an. Makna khusus ini bisa kita rasakan, bila kita menghayati langsung kepada Al-Qur’an yang berbahasa Arab itu. Dari uraian di atas, bisa kita ketahui, bahwa Tarjamah Harfiyah model ini, tidak mungkin adanya, alias Mustahil ‘Adatan.
Sedangkan Tarjamah Harfiyah bi Ghairil Mitsli adalah menterjemahkan susunan Al-Qur’an dari kata perkata, sebatas kemampuan si-penerjemah, dan sebatas jangkauan bahasa terjemahan. Model terjemahan seperti ini mungkin-mungkin saja secara adat, dan hukumnya boleh, bila obyek sasarannya adalah perkataan manusia, dan tidak boleh, apabila sasaran obyeknya adalah Kitabullah Al-Qur’an al-Karim, karena akan merusak dan menggeser makna dari yang seharusnya.
Tarjamah Tafsiriyah
Sebagaimana tersebut di atas, bahwa pengertian Tarjamah Tafsiriyah adalah menerangkan sebuah kalimat dan menjelaskan artinya dengan bahasa yang berbeda, tanpa mempertahankan susunan dan urutan teks aslinya, dan juga tidak mempertahankan semua Makna yang terkandung dan dikehendaki dari naskah aslinya. Cara praktek terjemahan semacam ini, pertama-tama dengan cara memahami Makna yang dikehendaki dari naskah aslinya, kemudian kita mengungkapkan pemahaman tersebut dengan gaya bahasa terjemah yang kita pakai, sesuai dengan tujuan dari makna tersebut.
Setelah kita ketahui apa itu Tarjamah Tafsiriyah, dan dimana letak perbedaannya dengan Tarjamah Harfiyah; maka, bisa kita simpulkan, bahwa terjemah Al-Qur’an dengan Tarjamah Tafsiriyah hukumnya Boleh; karena, sebenarnya terjemahan model ini bisa dikategorikan Tafsir dengan bahasa selain bahasa diturunkannya Al-Qur’an yaitu bahasa Arab.
Para ulama telah menemukan kata sepakat (Ijma’) terhadap bolehnya menafsirkan Al-Qur’an bagi pakar atau ahlinya, sesuai dengan kemampuan basyariahnya, tanpa harus tahu semua apa yang dikehendaki Allah Swt dari firman-Nya tersebut; sementara Tarjamah Tafsiriyah telah masuk dalam koridor Tafsir ke dalam bahasa ‘Ajam (selain bahasa Arab). Karena ungkapan-ungkapan terjemah model ini, sama seperti ungkapan Tafsir, tidak sama dengan ungkapan naskah asli Al-Qur’an yang berbahasa Arab itu. Di saat Tafsir mengandung pada penjelasan terhadap teks asli dengan mengupas kalimat-kalimatnya yang diperlukan utnuk menjelaskan maksudnya, memerinci makna yang perlu, meluruskan persoalan-persoalannya, menetapkan dalil-dalilnya, dan lain sebagainya; maka, Tarjamah Tafsiriyah pun juga mengandung hal itu; karena terjemah model ini, seakan-akan terjemah terhadap Tafsir Al-Qur’an, bukan kepada Al-Qur’an secara langsung.
Mempelajari Tafsir Al-Qur’an adalah wajib hukumnya; maka, Tarjamah Tafsiriyah pun juga sama, mengingat kemaslahatan yang banyak sekali di balik Tarjamah Tafsiriyah tersebut, seperti menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an, menyalurkan hidayahnya kepada orang-orang yang tidak paham dan tidak tahu bahasa Arab, menjaga akidah Islamiyah dari serangan luar, meluruskan persepsi yang keliru terhadap Al-Qur’an, mengungkap penyesatan-penyesatan yang dilakukan oleh para misionaris Barat yang dengan sengaja menterjemahkan Al-Qur’an dengan terjemah yang disisipi akidah dan ajaran yang melenceng dari ajaran Islam, tentu dengan tujuan agar orang-orang yang tidak tahu bahasa Arab tersebut akan mempersepsikan Al-Qur’an sebagai suatu momok yang perlu dijauhi dan dimusuhi. Efeknya, banyak sekali suara sumbang yang timbul dari terjemahan sembrono ini yang dilakukan secara Harfiyah.
Berikut beberapa alasan yang melatar belakangi Tarjamah Tafsiriyah terhadap Al-Qur’an oleh Lajnah Tafsir Al-Qur’an al-Karim (Team Tafsir) dari Majlis A’la li as-Syuun al-Islamiyah, Mesir.
Ada beberapa alasan mengapa perlu diterjemahkan Makna Al-Qur’an ke dalam berbagai bahasa, yaitu:
  1. Membersihkan akidah dasar Islam dari kesesatan para penta’wil gadungan
  2. Menyelamatkan hati manusia dari dongeng, takhyul, omong kosong yang menghasut dari orang-orang tidak bertanggungjawab yang menguasainya.
  3. Menegakkan logika akal sehat, pencerahan berpikir, serta menghancurkan berhala Taqlid buta.
  4. Menghilangkan sekat jarak yang menjauhkan antara Allah Swt dan makhluknya, serta meratakan persamaan secara umum antara manusia seluruhnya.
  5. Mempersatukan semua golongan manusia dengan berpegang teguh terhadap Kalimatullah al’Ulya.
  6. Masuknya semua umat manusia ke dalam ajaran Islam dan perdamaian. Membantu mewujudkan kegiatan keagamaan dengan menyebar luaskan ajaran Al-Qur’an.
  7. Ikut serta memberikan peringatan terhadap orang-orang dari berbagai golongan yang tidak ikut membantu dalam keberhasilan program Ishlah ini, dengan siksa di Dunia dan sengsaranya kehidupan di Akhirat kelak.
Point-point inilah yang mendorong orang-orang muslim untuk menyebarluaskan agama dan risalahnya kepada seluruh umat manusia, yang diantaranya adalah dengan menterjemahkan Al-Qur’an secara Tafsiriyah.
Maka, perlu ada syarat-syarat khusus terhadap pekerjaan yang mulia ini, agar Tarjamah Tafsiriyah bisa menjadi terjemahan makna Al-Qur’an yang benar dan layak untuk diterima semua golongan; Syarat-syarat itu ialah:
  1. Terjemahan tersebut harus memenuhi syarat Tafsir; terjemah harus bersandar pada Hadits Nabi (Ma’tsur), kaidah ilmu bahasa Arab, dasar-dasar/pokok-pokok yang ditetapkan dalam syari’at Islam. Jadi, seorang penerjemah Al-Qur’an harus berpegang pada kitab-kitab Tafsir, dalam menerjemahkan kalimat-kalimat Al-Qur’an.
  2. Penerjemah harus steril dari kecenderungan untuk mengamini akidah-akidah yang sesat dan keluar dari ajaran Islam, sehingga ia tidak menerjemahkan Al-Qur’an sesuai dengan keinginan hawa nafsunya sendiri.
  3. Penerjemah harus menguasai dua bahasa, bahasa naskah asli yang dalam hal ini adalah  bahasa Arab, dan bahasa terjemah yang dikehendaki, serta menguasai spesifikasi dua bahasa tersebut sekaligus dasar, gaya bahasa dan arti yang ditunjukkannya.
KESIMPULAN
Tarjamah Tafsiriyah lah yang dianggap boleh dan perlu untuk dijadikan sebagai piranti dalam menerjemahkan teks-teks Al-Qur’an, bukan Tarjamah Harfiyah; dan mengingat banyaknya kemaslahatan di balik terjemah Al-Qur’an dengan terjemahan yang benar. Tentu saja harus diimbangi dengan profesionalisme penerjemah, serta tidak keluar dari syarat-syarat yang diperlukan, sehingga produk terjemahannya bisa diterima secara luas dan masyarakat  tercerahkan karenanya.
sumber: http://tarjamahtafsiriyah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar