Sudah
menjadi keinginan setiap Muslim, bahkan non-muslim untuk dapat membaca
dan memahami Al-Qur’an yang diturunkan dalam bahasa Arab, dan tidak
setiap orang mampu berbahasa Arab, apalagi bahasa Arab fusha yaitu
bahasa Al-Qur’an. Berangkat dari sinilah maka, Al-Qur’an diterjemahkan
ke dalam berbagai bahasa, baik Barat maupun Timur.
Sebelum berkembangnya bahasa Eropa
modern, yang berkembang di Eropa adalah bahasa Latin. Oleh karena itu,
terjemahan Al-Qur’an dimulai kedalam bahasa Latin, terjemahan itu
dilakukan untuk keperluan
biara Clugny kira-kira tahun 1135 M.
Prof. W. Montgomery Watt dalam bukunya
“bell’s Introduction to the Quran” (Islamic Surveys 8), menyebutkan
bahwa pertanda dimulainya perhatian Barat terhadap studi Islam adalah
dengan kunjungan Peter the Venerable, Abbot of Clugny ke Toledo pada
abad kedua belas, diantara usahanya adalah menerbitkan serial keilmuan
untuk menandingi kegiatan intelektual Islam saat itu, terutama di
Andalus. Sebagai bagian dari kegiatan tersebut adalah menerjemahkan
Al-Qur’an ke dalam bahasa Latin yang dilakukan oleh Robert of Ketton
(Robertus Retanensis) dan selesai pada Juli 1143.
Renaissance di Barat memberi dorongan
lebih besar untuk menerbitkan buku-buku Islam, pada awal abad keenam
belas buku-buku Islam banyak diterbitkan, termasuk penerbitan Al-Qur’an
pada tahun 1530 di Venica dan terjemah Al-Qur’an kedalam bahasa Latin
oleh Robert of Ketton tahun 1543 di Basle, dengan penerbitnya
Bibliander, dari terjemahan bahasa Latin inilah, kemudian Al-Qur’an
diterjemahkan kedalam berbagai bahasa Eropa.
Al-Qur’an juga diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa selain Eropa, seperti Afrika, Persia, Turki, Urdu,
Tamil, Pastho, Benggali, Jepang dan berbagai bahasa di kepulauan Timur.
Tidak ketinggalan pula Al-Qur’an juga diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia, pada pertengahan abad ketujuh belas, Abdul Ra’uf Fansuri,
seorang ulama dari Singkel, Aceh menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa
Melayu, walau mungkin terjemahan itu ditinjau dari sudut ilmu bahasa
Indonesia modern belum sempurna, namun pekerjaan itu adalah berjasa
besar sebagai pekerjaan perintis jalan; hingga pada saat ini, kita bisa
mendapatkan berbagai terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Indonesia dengan
sangat mudah dan bermacam-macam versi.
Pengertian dan Pembagiannya
Kata Tarjamah, yang dalam bahasa Indonesianya biasa kita sebut Terjemah, secara etimologi mempunyai beberapa arti :
- Menyampaikan suatu ungkapan pada orang yang tidak tahu.
- Menafsirkan sebuah ucapan dengan ungkapan dari bahasa yang sama.
- Menafsirkan ungkapan dengan bahasa lain
- Memindah atau mengganti suatu ungkapan dalam suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain, dan pengertian yang keempat ini, yang akan kita bahas lebih lanjut, mengingat pengertian inilah yang biasa dipahami oleh banyak orang (menjadi ‘urf), dari kata tarjamah.
Sedangkan terjemah sendiri terbagi menjadi dua macam:
- Tarjamah Harfiyah atau Tarjamah Lafdhiyah.
- Tarjamah Tafsiriyah atau Tarjamah Ma’nawiyah.
Pengertian Tarjamah Harfiyah adalah
memindahkan (suatu isi ungkapan) dari satu bahasa ke bahasa lain, dengan
mempertahankan bentuk atau urutan kata-kata dan susunan kalimat
aslinya.
Sedangkan Tarjamah Tafsiriyah adalah
menerangkan sebuah kalimat dan menjelaskan artinya dengan bahasa yang
berbeda, tanpa mempertahankan susunan dan urutan teks aslinya, dan juga
tidak mempertahankan semua makna yang terkandung dalam kalimat aslinya
yang diterjemah.
Sebagai contoh adalah Zaidun Yuqaddimu Rijlan wa Yuakhiru Ukhra, bila kita artikan dengan Tarjamah Harfiyah, maka artinya adalah Zaid mendahulukan satu kakinya dan mengakhirkan kaki yang satunya lagi. Sedangkan bila kita mengartikan dengan Tarjamah Tafsiriyah, maka artinya adalah Zaid ragu-ragu (Yataraddad) dalam mengambil keputusan, misalnya: dalam istilah bahasa Arab, kata mendahulukan satu kaki dengan mengakhirkan kaki yang lainnya, sebagai bentuk Kinayah (Metafora) dari perasaan ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
Perbedaan antara Tarjamah Tafsiriyah dan Tafsir :
Ada beberapa titik perbedaan antara Tarjamah Tafsiriyah dan Tafsir dari dua segi :
- Perbedaan bahasa, bahasa Tafsir terkadang atau kebanyakan memakai bahasa yang sama, sementara bahasa Tarjamah Tafsiriyah harus dengan bahasa yang berbeda.
- Bagi pembaca Tafsir, bisa memperhatikan rangkaian dan susunan teks asli beserta arti yang ditunjukkan, disamping teks terjemahannya; sehingga dia bisa menemukan kesalahan-kesalahan yang ada, sekaligus meluruskannya. Andaikan dia tidak menangkap kesalahan itu, maka, pembaca yang lain akan menemukannya. Sedangkan pembaca terjemahan tidak sampai ke level ini, karena dia tidak tahu susunan Al-Qur’an dan arti yang ditunjukkannya, bahkan kesan yang ada, bahwa apa yang ia baca, dan ia pahami dari terjemah tersebut, adalah tafsir atau arti yang mendekati kebenaran makna Al-Qur’an, sedangkan pengecekan terhadap teks aslinya, dan membandingkan dengan teks terjemahan, itu sudah diluar batas kemampuan pembaca, selama dia tidak tahu bahasa Al-Qur’an dan memiliki keahlian yang disyaratkan bagi penerjemah Al-Qur’an.
Hukum terjemah Al-Qur’an
Mengingat bahwa terjemah Al-Qur’an
terbagi menjadi dua, Harfiyah dan Tafsiriyah; maka, untuk membahas hukum
terjemah Al-Qur’an, harus membahas satu persatu dari dua macam Tarjamah
Al-Qur’an tersebut.
Tarjamah Harfiyah
Tarjamah Harfiyah terhadap Al-Qur’an, adakalanya berupa Tarjamah yang menyerupai (Bil Mitsli), dan adakalanya tidak menyerupainya (Bi Ghairil Mitsli).
Tarjamah Harfiyah Bil Mitsli artinya, menterjemahkan susunan Al-Qur’an ke dalam bahasa lain, dengan menjelaskan kata perkata, menyamakan gaya bahasanya (uslubnya),
sehingga bahasa terjemah mampu memuat apa yang terkandung dalam susunan
naskah aslinya, yaitu makna atau pesan-pesan yang tersampaikan dari
gaya bahasa aslinya yang sangat Baligh, sekaligus hukum-hukum
Syari’atnya.
Terjemahan model seperti ini mustahil
alias tidak mungkin, bila obyek terjemahannya adalah Al-Qur’an; karena,
diturunkannya Al-Qur’an mempunyai dua tujuan :
- Untuk menunjukkan kebenaran Nabi Muhammad Saw dalam Risalahnya yang beliau sampaikan dari Tuhannya, ini semua terjadi karena Al-Qur’an adalah Mu’jizat, yang mana andaikan manusia dan jin bersatu padu, bahu-membahu untuk membuat atau menandingi satu surat sekalipun, yang menyerupainya; niscaya mereka tidak akan mampu untuk selamanya.
- Untuk memberikan petunjuk pada manusia, kepada kemaslahatan dan keselamatannya, baik di dunia maupun di akhirat.
Tujuan yang pertama, tidak mungkin bisa
tercapai dengan bahasa terjemah, dan itu pasti; karena setiap bahasa
mempunyai Kaidah dan spesifikasi masing-masing, sehingga Al-Qur’an bila
diterjemahkan kedalam bahasa lain; maka, akan hilanglah spesifikasi
Al-Qur’an yang berbahasa Arab itu dari segi Balaghah.
Sedangkan tujuan yang kedua; maka, bisa berhasil dengan ber-Istimbat atau mengambil beberapa hukum dan petunjuk-petunjuk darinya; sedangkan istimbat
tersebut, sebagian kembali kepada makna asli (makna umum) yang bisa
dipahami oleh setiap akal manusia, dan terjangkau oleh semua macam
bahasa. Makna umum inilah yang mampu dijangkau oleh bahasa terjemah;
sedangkan sebagian yang lain, diambil dari makna yang kedua (Makna
khusus) dari model bahasa Al-Qur’an. Makna khusus ini bisa kita rasakan,
bila kita menghayati langsung kepada Al-Qur’an yang berbahasa Arab itu.
Dari uraian di atas, bisa kita ketahui, bahwa Tarjamah Harfiyah model
ini, tidak mungkin adanya, alias Mustahil ‘Adatan.
Sedangkan Tarjamah Harfiyah bi Ghairil Mitsli
adalah menterjemahkan susunan Al-Qur’an dari kata perkata, sebatas
kemampuan si-penerjemah, dan sebatas jangkauan bahasa terjemahan. Model
terjemahan seperti ini mungkin-mungkin saja secara adat, dan hukumnya
boleh, bila obyek sasarannya adalah perkataan manusia, dan tidak boleh,
apabila sasaran obyeknya adalah Kitabullah Al-Qur’an al-Karim, karena akan merusak dan menggeser makna dari yang seharusnya.
Tarjamah Tafsiriyah
Sebagaimana tersebut di atas, bahwa
pengertian Tarjamah Tafsiriyah adalah menerangkan sebuah kalimat dan
menjelaskan artinya dengan bahasa yang berbeda, tanpa mempertahankan
susunan dan urutan teks aslinya, dan juga tidak mempertahankan semua
Makna yang terkandung dan dikehendaki dari naskah aslinya. Cara praktek
terjemahan semacam ini, pertama-tama dengan cara memahami Makna yang
dikehendaki dari naskah aslinya, kemudian kita mengungkapkan pemahaman
tersebut dengan gaya bahasa terjemah yang kita pakai, sesuai dengan
tujuan dari makna tersebut.
Setelah kita ketahui apa itu Tarjamah
Tafsiriyah, dan dimana letak perbedaannya dengan Tarjamah Harfiyah;
maka, bisa kita simpulkan, bahwa terjemah Al-Qur’an dengan Tarjamah
Tafsiriyah hukumnya Boleh; karena, sebenarnya terjemahan model ini bisa
dikategorikan Tafsir dengan bahasa selain bahasa diturunkannya Al-Qur’an
yaitu bahasa Arab.
Para ulama telah menemukan kata sepakat
(Ijma’) terhadap bolehnya menafsirkan Al-Qur’an bagi pakar atau ahlinya,
sesuai dengan kemampuan basyariahnya, tanpa harus tahu semua apa yang
dikehendaki Allah Swt dari firman-Nya tersebut; sementara Tarjamah
Tafsiriyah telah masuk dalam koridor Tafsir ke dalam bahasa ‘Ajam
(selain bahasa Arab). Karena ungkapan-ungkapan terjemah model ini, sama
seperti ungkapan Tafsir, tidak sama dengan ungkapan naskah asli
Al-Qur’an yang berbahasa Arab itu. Di saat Tafsir mengandung pada
penjelasan terhadap teks asli dengan mengupas kalimat-kalimatnya yang
diperlukan utnuk menjelaskan maksudnya, memerinci makna yang perlu,
meluruskan persoalan-persoalannya, menetapkan dalil-dalilnya, dan lain
sebagainya; maka, Tarjamah Tafsiriyah pun juga mengandung hal itu;
karena terjemah model ini, seakan-akan terjemah terhadap Tafsir
Al-Qur’an, bukan kepada Al-Qur’an secara langsung.
Mempelajari Tafsir Al-Qur’an adalah
wajib hukumnya; maka, Tarjamah Tafsiriyah pun juga sama, mengingat
kemaslahatan yang banyak sekali di balik Tarjamah Tafsiriyah tersebut,
seperti menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an, menyalurkan hidayahnya
kepada orang-orang yang tidak paham dan tidak tahu bahasa Arab, menjaga
akidah Islamiyah dari serangan luar, meluruskan persepsi yang keliru
terhadap Al-Qur’an, mengungkap penyesatan-penyesatan yang dilakukan oleh
para misionaris Barat yang dengan sengaja menterjemahkan Al-Qur’an
dengan terjemah yang disisipi akidah dan ajaran yang melenceng dari
ajaran Islam, tentu dengan tujuan agar orang-orang yang tidak tahu
bahasa Arab tersebut akan mempersepsikan Al-Qur’an sebagai suatu momok
yang perlu dijauhi dan dimusuhi. Efeknya, banyak sekali suara sumbang
yang timbul dari terjemahan sembrono ini yang dilakukan secara Harfiyah.
Berikut beberapa alasan yang melatar belakangi Tarjamah Tafsiriyah terhadap Al-Qur’an oleh Lajnah Tafsir Al-Qur’an al-Karim (Team Tafsir) dari Majlis A’la li as-Syuun al-Islamiyah, Mesir.
Ada beberapa alasan mengapa perlu diterjemahkan Makna Al-Qur’an ke dalam berbagai bahasa, yaitu:
- Membersihkan akidah dasar Islam dari kesesatan para penta’wil gadungan
- Menyelamatkan hati manusia dari dongeng, takhyul, omong kosong yang menghasut dari orang-orang tidak bertanggungjawab yang menguasainya.
- Menegakkan logika akal sehat, pencerahan berpikir, serta menghancurkan berhala Taqlid buta.
- Menghilangkan sekat jarak yang menjauhkan antara Allah Swt dan makhluknya, serta meratakan persamaan secara umum antara manusia seluruhnya.
- Mempersatukan semua golongan manusia dengan berpegang teguh terhadap Kalimatullah al’Ulya.
- Masuknya semua umat manusia ke dalam ajaran Islam dan perdamaian. Membantu mewujudkan kegiatan keagamaan dengan menyebar luaskan ajaran Al-Qur’an.
- Ikut serta memberikan peringatan terhadap orang-orang dari berbagai golongan yang tidak ikut membantu dalam keberhasilan program Ishlah ini, dengan siksa di Dunia dan sengsaranya kehidupan di Akhirat kelak.
Point-point inilah yang mendorong
orang-orang muslim untuk menyebarluaskan agama dan risalahnya kepada
seluruh umat manusia, yang diantaranya adalah dengan menterjemahkan
Al-Qur’an secara Tafsiriyah.
Maka, perlu ada syarat-syarat khusus
terhadap pekerjaan yang mulia ini, agar Tarjamah Tafsiriyah bisa menjadi
terjemahan makna Al-Qur’an yang benar dan layak untuk diterima semua
golongan; Syarat-syarat itu ialah:
- Terjemahan tersebut harus memenuhi syarat Tafsir; terjemah harus bersandar pada Hadits Nabi (Ma’tsur), kaidah ilmu bahasa Arab, dasar-dasar/pokok-pokok yang ditetapkan dalam syari’at Islam. Jadi, seorang penerjemah Al-Qur’an harus berpegang pada kitab-kitab Tafsir, dalam menerjemahkan kalimat-kalimat Al-Qur’an.
- Penerjemah harus steril dari kecenderungan untuk mengamini akidah-akidah yang sesat dan keluar dari ajaran Islam, sehingga ia tidak menerjemahkan Al-Qur’an sesuai dengan keinginan hawa nafsunya sendiri.
- Penerjemah harus menguasai dua bahasa, bahasa naskah asli yang dalam hal ini adalah bahasa Arab, dan bahasa terjemah yang dikehendaki, serta menguasai spesifikasi dua bahasa tersebut sekaligus dasar, gaya bahasa dan arti yang ditunjukkannya.
KESIMPULAN
Tarjamah Tafsiriyah lah
yang dianggap boleh dan perlu untuk dijadikan sebagai piranti dalam
menerjemahkan teks-teks Al-Qur’an, bukan Tarjamah Harfiyah; dan
mengingat banyaknya kemaslahatan di balik terjemah Al-Qur’an dengan
terjemahan yang benar. Tentu saja harus diimbangi dengan profesionalisme
penerjemah, serta tidak keluar dari syarat-syarat yang diperlukan,
sehingga produk terjemahannya bisa diterima secara luas dan masyarakat
tercerahkan karenanya.
sumber: http://tarjamahtafsiriyah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar